Memulai Hari Petualangan menjadi si bolang...
- Minggu, 1 Juli 2012, Brangkkaaaattt
Pagi mulai menyingsing, matahari menanjak cepat seakan ingin membagikan sinarnya yang menyengat ke seluruh kota Kupang. Yup, hari itu menjadi awal keberangkatan saya menuju Pulau Rote.
Bersama teman saya namanya Eno (bukan Lerian) -yang kebetulan sekali adalah putra asli Rote tapi sejak kecil sudah tinggal di Kupang dan sudah lama tidak berkunjung ke kampung halamannya di Rote- berangkat dari mess kantor Kupang jam 07.00 WITA by motorcycle kepunyaan Enno. Tiba di pelabuhan Bolok kira-kira jam 8, dengan secepat kilat antri beli tiket kapal laut karena takut kehabisan tiket atau takut loket pembelian karcis sudah tutup, maklum kapal lautnya akan berangakat 60 menit lagi...Di sini saya dan Eno naik kapal Feri lambat.
Daratan yang Mulai di telan Air Laut |
kami berangkat menyebrangi Selat Rote (pertemuan antara Laut Sawu dan Samudera Hindia) jam 9 pagi waktu setempat dan tiba di Pulau Rote sekitar jam 2 siang. Panas dan gersang serta keramaian orang-orang yang menunggu di pelabuhan demi bertemu sanak sodaranya menghiasi pelabuhan Pantai Baru itu. Setelah itu menunggangi sepeda motor 'laki2' yang Enno bawa dari Kupang melintasi jalan yang panjang dan sepi di daerah Faepopi, Rote Tengah.
Pelabuhan Pantai Baru, Rote |
Kira-kira di pertengahan jalan saya bertemu adik tingkat semasa kuliah yang sudah lama menunggu kedatangan kami ("be su menunggu satu setengah jam nih, cape dehh nunggu lama-lama", kata sambutannya tuk kami..) Yohana, biasa di panggil Yona adalah guide manis yang menemani saya dan Enno selama di Rote. Beberapa hari sebelum ke Rote saya mengontak Yona tuk menjadi guide apabila saya ke Rote dan dia setuju (kalau ga setuju mah bukan adik tingkat yang baik namanya). Setelah bertemu dengan Yona maka kami bertiga beranjak menuju perkotaan.
Batu Termanu dari Kejauhan |
Jalan menanjak dan menurun harus kami lalui, ada satu spot yang membuat kami berhenti sejenak mengambil gambar Batu Termanu yang dari jauh terlihat keindahannya berdiri tegak nan kokoh..Lalu beranjak menyusuri jalan yang sepi dan sejenak berhenti lagi di pinggir pantai Leli yang saat itu sedang surut air laut nya dan terlihat beberapa anak-anak sedang bermain gembira disana..jeprat, jepret dikit dolo..
Berhenti di Pantai Leli |
Dari Pantai Leli berangkat menuju perkotaan yang disebut Ba'a, disanalah kami mencari rumah makan dan makan seperti orang kelaparan (maklum perjalanan jauh dan perut sudah berkumandang keras sekali). Oh ya karena petualangan ini adalah 'blind travel' tapi nggak buta-buta amat sih (yang penting jalan aja terlebih dahulu) dan tuk masalah yang akan kami hadapi pasti akan beriringan dengan penyelesaannya. Selagi makan kami merencanakan tuk tinggal di desa si Eno. Untuk menuju kesana tidak gampang loh, karena perjalananya yang penuh tantangan, jalannya berliuk-liuk dengan kondisi jalan yang terkadang bagus tapi banyak juga yang rusak selain itu banyak hewan peliharaan seperti sapi, kerbau, kambing maupun babi sering menyebrangi jalan seenaknya (mungkin mereka pikir jalan nenek monyangnya kali...).
Rumah Kerabat Eno di Desa Dulosi |
Sampai di desa si Eno yang disebut Desa Dulosi or Danggoen kira-kira jam 4 sore waktu setempat, kami disambut salam hangat dan bahagia dari keluarga di sana. Rasa kangen mereka terhadap Eno terpancar dari wajah mereka, sudah lama Eno tidak pulang kampung kita-kira 15 tahun yang lalu. Saya pun berkenalan dengan mereka (meskipun tidak cipika cipiki seperti Eno) tapi terasa sambutan yang hangat dari mereka. Di rumah itu tinggal Bapatua, Matua, Ka'Glory dan Feri yg masih sekolah SD kelas 4. Hanya matua yang saat itu tidak ada di tempat, "sedang ke pantai untuk mencari ikan, udang ataupun kepiting" kata Bapatua. "aauuiii, Eno Na'e lu datang deng motor besar, pung gagah na" kata Ka'Glory yang memanggil Eno Na'e (setelah saya tanya-tanya ke ka'Glory, sebenarnya famnya Eno itu Nalle tapi panggilan kesayangannya Na'e). Disuguhkan tuak maniz yang diambil dari pohon lontar (sejujurnya saya belum pernah minum tuak maniz tapi kalo tuak yang pahit sih sudah, maklum minuman orang Batak juga seperti itu)..guyss gelasnya pung besar apa lai, talalu malah (*langsung ketularan logat orang Rote). Eno berkata "sesuai umur lae gelasnya, yang lebih tua yang lebih besar", nahh ap hubungannya ya gelas dengan umur tapi ya sudahlah akhirnya pun saya minum dari gelas yang lebih besar, weleh-weleh untung tidak teler saya. Saling bertukar cerita, Bapatua makan sirih kapur yang dibawakan Eno sebagai oleh-oleh (orang-orang tua di sana suka makan sirih loh sampai mulut dan giginya memerah). Asyik bercerita dan lepas kangen, Eno, Ka'Glory dan Feri ingin berziarah ke makam leluhur dan kerabat mereka, dari pada saya tinggal diam lebih baik saya memutuskan ikut dengan mereka. Menyusuri jalan kapur dan tak beraspal kira-kira 10 menit, sampailah kami di tempat ziarah, dan saya terheran ketika tiba disana karena makamnya tidak bernama, makam-makam disana hanyalah berupa tumpukan batu-batu tanpa ada nisannya sehingga kami pun harus bertanya kepada penjaga makam disana. Lilin pun dibakar dan bunga-bunga persiapan yang dibawa dari rumah pun ditebarkan diatas makam, nyala lilin beberapa kali padam, saya melihat pohon-pohon kelapa dan lontar berayun serta daunnya bergemuruh menandakan angin bertiup kencang sekali.
Senja pun berlalu sehingga kami bergegas pulang dari ziarah setelah pamit kepada penjaga makam. Setelah sampai di rumah tak berapa lama Matua datang dan langsung menyapa kami dengan kebahagiaan yang serupa saat melihat keponakannya datang. Malam itu kami menyantap hasil tangkapan Matua, ikan kecil, udang kecil dan kepiting serta sayur sawi yang berlimpah, yumii..
Malam begitu cerah karena bintang bertaburan (belum pernah saya lihat bintang sebanyak itu selama di Jakarta), saya dan Eno pergi ke desa seberang yaitu desa Batutua namanya. Kami singgah di keluarga k'Sammy, disuguhkan kopi dan ingin disediakan makan, tapi kami memberitahu bahwa baru saja makan di rumah. Kira-kira jam 10 malam, kami pamit dari rumah k'Sammy dan Eno mengajak saya ke tempat temannya lagi tak berapa jauh dari rumah k'Sammy. Berhubung kami belum tahu tempatnya maka bertanya-tanya dulu kepada orang-orang yg kami temui dan lucunya kami sudah melewati mess nya dan balik lagi, ketika Eno menelepon temannya, kami sudah berdiri di depan mess dengan pintu yang terbuka tetapi karena hp nya yang tidak aktif saat ditelepon maka Eno mencoba bertanya di mess yang terbuka pintunya itu dan ternyata itu adalah mess yang kami tuju (auiii, cepedeh). Yup, wanita agak berisi itu namanya Anggi, dia bekerja di bidang kesehatan sebagai salah satu staff di Puskesmas Batutua. Ngobrol punya ngobrol kami disuguhkan lagi kopi olehnya, (guyss, minum kopi terus padahal mata sudah mau terpejam kerena perjalanan yang melelahkan) bahkan yang tadinya hanya ingin singgah sebentar malah disuguhkan indomie, alhasil jadinya dua bentar lahh..wkwkwkwk. Indomie pun selesai dilahap akhirnya diperbolehkan pulang (kalo indomie ga dimakan ga bisa pulang katanya, dari pada kami remuk dibuatnya lebih baik makan aja lah, hehe). Yess akhirnya sampai di rumah desa Danggoen/Dulosi tapi blom bisa tidur juga nih bukan kerena belum mengantuk tapi langsung disuguhkan kopi lagi oleh ka'Glory (men...dalam beberapa jam kami sudah minum kopi 3 gelas, ampunnnn tolong-tolong..).
Tiap Malam Ditemani Cahaya Pelita di Desa Dulosi |
Rasa lelah pun mengalahkan pekatnya kopi yang sudah kami minum dan memang kami butuh istirahat karena jam setengah 3 subuh waktu sana ada siaran final EURO 2012 antara Italia Vs Spain. Italia merupakan jagoan saya dan Eno sehingga kami merencanakan untuk menontonnya yang sangat sayang kalo dilewatkan. Hari yang melelahkan dan waktunya untuk tidur guyss, good nite..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar