Adventure to Rote Ndao
- Selasa, 3 Juli..hari ketiga petualangan dan hari yang paling berharga menurut saya selama di Rote
Memulai hari pukul 6.30 pagi waktu setempat, bersiap-siap dan sarapan pagi dengan secangkir kopi dan roti buatan pengelola penginapan. Satu jam kemudian datang si Yonna dan kami segera ke pelabuhan, loh ngapain?? untuk beli tiket kapal laut cepat, Express Bahari , saya harus kembali ke Kupang karena tiket pesawat Kupang-Jakarta yang sudah ada akan kadaluarsa jika tidak digunakan. Ngantri dulu guyss coz banyak yang sudah pesan dari kemarin, "walahh mana saya tau kalo harus pesan dahulu ya". Untunglah ada si Yonna yang suka SKSD (sok kenal sok deket, hehe) dengan seorang To'o (paman) berkumis, dengan bujukan spesialisnya Yonna, paman itu mau mengambilkan tiket dan kami tak perlu lagi antri, hehee. Sebelum berangkat ke tangga Mando'o, saya membeli suvenir dulu untuk buah tangan nantinya dan untungnya si Yonna punya kenalan yang menjual oleh-oleh kerajinan tangan khas rote. Jaraknya pun tak begitu jauh dengan pelabuhan tempat kami membeli tiket kapal cepat. Ditoko itu saya melihat souvenir-souvenir yang menarik diantaranya topi Tiilanggga (topi yg terbuat dari daun dan pelepah pohon lontar bentuknya seperti topi koboi dan punya tanduk satu didepan yang melambangkan suku kerajaan), kain tenun tradisional, kaos, sasando (alat musik khas Rote, dimainkan dengan cara dipetik) dan kerajinan tangan yang lain..akhirnya saya menjatuhkan pilihan kepada kepada Tiilangga dan kaos yg bertuliskan "Rote Island, the southest of Indonesia" sebanyak 7 buah dengan tawar menawar terlebih dulu. Sebenarnya saya pun ingin membeli kain tenun tapi karena tawar menawar yang alot akhirnya saya tidak jadi beli (klo dipaksain beli tekor). Sesi belanja pun selesai tapi belanjaan sengaja dititipkan di toko itu, maka segeralah kami benar-benar berangkat ke tangga Mando'o. Perjalanan ditempuh kira-kira 30 menit dari pelabuhan, saya membonceng Yonna dan Eno sendiri dengan motor 'laki-laki nya".
|
Banyaknya Pohon Kelapa |
Perjalanan yang sangat menantang karena mayoritas jalanannya sudah rusak tapi yang saya suka adalah tidak macet dan masih banyak bentangan alam yang dapat dilihat, bukit-bukit, pohon bahkan hewan setengah peliharaan (setengah..??yup karena dibiarkan berkeliaran dijalanan bahkan ada yang menyabotase jalan). Sebelum akhirnya sampai ditangga Mando'o kami harus melewati rintangan yang ekstrim, danger pula (kira-kira 60 derajat kemiringan), tanjakan itu mungkin tidak se-ekstrim itu jika jalannya tidak rusak parah dan tak berpasir. Terpaksa si Yonna turun dan naik tanjakan itu by foot. Menyiapkan tenaga dan menarik napas panjang baru setelah itu tancap gas dengan gigi satu dan ditengah tanjakan ganti gigi dua, yup akhirnya dapat terlewati juga dan untunglah motor tidak berhenti di tengah tanjakan. Giliran si Eno dengan motornya tapi kali ini dia terhenti di tengah tanjakan dan harus bersusah payah dahulu karena jalan yang berpasir di situ tapi akhirnya berhasil juga, yeeahh berhasil..berhasil..!!
|
Tangga Mando'o |
Kira-kira seratus meter dari tanjakan itu, sampailah di tangga Mando'o,-konon katanya, ini adalah tempat peristirahatan raja Nusak Lole dan tempat Beliau menerima teman-temannya, raja-raja Rote (ada 19 kerajaan kecil / nusak) untuk berunding merencanakan strategi perang zaman doeloe - beristirahat sejenak dan meneguk air putih. Tak berapa lama ada segerombolan domba datang (saya kira mau ikut naik tangga juga tapi ternyata tidak, hehe) disusul penggembala dombanya seorang Bapak yang sudah tua, kakek-kakek mungkin (guyyss, bukannya kalo menggembala domba, penggembalanya ada di depan, ko ini malah dibelakang ya?). Setelah itu datanglah dua orang Ibu-ibu datang dari arah berlawanan, satu orang Ibu itu memikul dua gen gula air (gen = tempat bekas minyak 5 L), menyapa mereka dan bertanya-tanya dikit.
|
Kawanan Domba dan Ibu-ibu yang Membawa Gula Air |
Mulai menaiki tangga dan kami bersepakat untuk menghitungnya secara bersama-sama (tiap 10 anak tangga kami tandai agar tidak lupa) karena kalo hitung sendiri kemungkinan salah nya lebih besar (loh kenapa ya?). Baiklah anak tangga pertama pun terlewati hingga sepuluh, tanda 1 untuk sepuluh masih belum terasa capeknya...lanjut dua puluh, tiga puluh sampai seratus (haa..huu..haa..huu..napas saya mulai terputus-putus tapi kenapa si Eno dan Yonna terlihat masih kuat, maklum mereka masih lebih muda dari saya). Sesi pemotretan dimulai lagi ceprat cepret (untuk setiap anak tangga kelipatan seratus kami sepakat untuk mengambil gambar, narcis dikit, hehehe).
|
Eno di Tangga ke-100 |
Lanjut naik tangga hingga dua ratus dan ternyata saya tertinggal paling belakang (hebat toh membiarkan yang lebih muda tuk memimpin di depan, haha..padahal mah dalam hati ingin berteriak "heyy, tungguin dong, kalian laju sekali" tapi rasanya malu hati..). Sampai di tangga dua ratus, sesuai kesepakatan cklik-cklik dlo dan pemandangan di anak tangga dua ratus itu lebih bagus dari anak tangga seratus. Berlanjut lagi, puncak tangga belum sampai nih dan saya pun makin jauh tertinggal oleh dua bocah tersebut (bocah..!!masa kalah sama bocah, hahaha). Beberapa kali kami pun salah menghitung dan harus di hitung ulang dari anak tangga yang sudah kami tandai per sepuluh, disinilah terjawab kenapa harus hitung bersama-sama, karena konsentrasi kami akan berkurang ketika tubuh kelelahan sehingga hitung bersama-sama merupakan opsi yang paling baik, bisa mengoreksi satu sama lain (nahh alasan ini yang paling masuk akal). Sampai di tangga 300, seperti sebelumnya foto dong (foto dengan wajah yang terlihat lelah, hehe). Puncak anak tangga sudah terlihat, bergegas kami pun menanjaki anak tangga sisanya dan pasti saya yang paling belakangan lagi...
|
Yonna di Puncak Tangga Mando'o |
Sampailah di anak tangga 358, anak tangga terakhir. Di puncak terlihat ada dua pendopo untuk beristirahat, sebenarnya ekspektasi saya tentang tangga Mando'o ini tidaklah sebagus apa yang saya pikirkan tapi guyss ketika lihat dari puncak itu, terbentang suatu pemandangan yang begitu indah ketika melihat pohon-pohon bakau, pantai, laut, dan pulau-pulau kecil ditengah laut (wow sungguh Indonesia suatu negara yang kaya akan alamnya dan Tuhan sudah memberikan itu kepada Indonesia, so great). Terlebih saat itu tidak ada manusia selain kami bertiga seakan-akan puncak itu hanya milik kami (yang lain ngontrak dulu ya bentar, hihi). Angin bertiup kencang, rasanya tubuhku akan terbang tertiup angin dari atas sana yang akan membawaku kepada orang-orang yang kukasihi dan biarlah kerinduan ini kulepaskan dengan untaian kata-kata yang tak terucapkan dalam hati.
Setelah ambil pose di beberapa titik di puncak itu, kira-kira jam 10 pagi, kami pun bergegas untuk turun karena waktu sudah mepet untuk segera ke pelabuhan lagi. Kapal Express Bahari akan berangkat sekitar jam 12 waktu setempat menuju Kupang. Kami harus melewati anak tangga terlebih dulu dan itu banyak cuy, 358 anak tangga, andai saja bisa langsung loncat atau meluncur dari sana tak akan repot-repot melewati anak tangga itu satu persatu...
Akhirnya kami memulai perjalanan turun anak tangga Mando'o dan seperti biasa yang lebih muda yang duluan (saya ketinggalan trus, yesss..loh ko), guyss perjalanan turun anak tangga tidak terlalu melelahkan dari pada naiknya terlebih saat itu kami sambil bercerita dan sesekali bernyanyi dengan suara sumbang, hehe. Sampai bawah si Yonna mengatakan bahwa anak tangga ini ada 359 (what? kita terlewat menghitung 1 anak tangga), yup, di tangga pertama itu ada anak tangga kecil yang sudah mulai rusak tapi tetap saja kan hitungannya anak tangga (padahal sudah itung bertiga masih kurang aj ya). Tuk sementara kami mengatur napas dan minum sambil lepas lelah, rencananya saat itu adalah singgah ke rumah Yonna meskipun dengan negosiasi bermacam-macam dan sedikit pemaksaaan, hehe (karena di hari pertama ketemu dia tidak bersedia kami singgah kerumahnya, padahal saya dan Eno sudah jauh-jauh ke Rote tapi ga boleh ke rumahnya, ckckck). Setelah singgah sebentar di rumah Yonna, baru ke pelabuhan, begitulah rancananya.
|
Akses Jalan Menuju/dari tangga Mando'o |
Yup, lao leo (bahasa orang Rote, artinya mari sudah or ayo pergi), wow kami harus melewawti jalan yang rusak dan mendaki itu terlebih dahulu tapi ini kebalikannya yaitu turunannya dan Eno mempunyai kesempatan pertama untuk itu, tanpa kesulitan dia bisa dengan baik melewatinya karena memang motornya besar dan stabil. Giliran saya agak tegang memang karena motor kecil dan bukan punya saya, hehee. Yup sempat terpelesat tapi untungnya tidak jatuh karena bantuan kaki dan akhirnya bisa terlewati juga meskipun kaki saya jadi kotor dan berdebu. Yup baiklah saatnya melaju dengan sepeda motor dan disaat bersamaan si Yonna yang saya bonceng merekam video dengan kamera untuk merekam petualangan kami serta lingkungan di sekitar perjalanan (yuhuuii, si bocah petualangan banget daah) video itu pun terekam dua kali. Setengah perjalanan si Yonna tiba-tiba mengatakan "berhenti dulu" dan saya pun bertanya "ada apa??", lalu dia mencari-cari dompetnya dan seketika itupun saya terkejut (waaa, pasti terjatuh) tapi kami berusaha tenang dan coba mencari di saku nya serta mencoba berpikir ada di mana dompetnya terakhir kali (dompet itu berisi sebuah HP, STNK dan SIM, mungkin HP nya tak seberapa tapi untuk STNK dan SIM akan sulit mengurus hal itu). Rasanya memang dompet itu sudah terjatuh entah dimana ketika Yonna merekam video tanpa terasa dompet yang ada ditangannya sudah tidak ada lagi dan saya coba misscall ke nomor HP nya Yonna tapi tidak aktif. Saya pun memutuskan untuk kembali lagi sambil berharap dompet itu bisa ditemukan, upss si Eno sudah jauh meninggalkan kami berdua, akhirnya saya sms dia tuk memberitahukan balik lagi agar mencari dompet si Yonna yang terjatuh. Menelusuri jalan yang di lewati sambil bertanya kepada orang-orang yang kami temui apakah melihat dompet hitam yang terjatuh dan asilnya pun nihil yang pada akhirnya kami sampai di tanjakan yang ekstrim menuju tangga Mando'o. Saya bertanya kepad Yonna "kira-kira terjatuh di mna Yoh saat kmu merasakan dompet itu sudah tidak ada lagi?coba ingat-ingat lagi" dan jawabanya "kira-kira saat merekam video yang kedua bang", itu berarti tidak beberapa jauh dari danau yang kita lewati tapi entahlah karena itupun masih mereka-reka.
Si Eno pun akhirnya kembali lagi dan kami menceritakan apa yang terjadi..Waaa waktu sudah bertambah mepet karena saya harus ke pelabuhan, tiket Express Bahari sudah ditangan dan tiket pesawat terbang jam 3 sore waktu setempat, akhirnya kami memutuskan untuk ke pelabuhan tapi dengan mengendarai motor pelan-pelan sambil berharap dompet bisa ditemukan.
Sepertinya dompet itu tak akan kami temukan, sampai ditempat si Yonna mengingat dompetnya terjatuh, memang tidak ada, tapi kami sempat berpesan jika ada yang menemukan tolong hubungi no berikut...Kami pun beranjak ke pelabuhan dan sampai kira-kira jam 12 lewat sedikit, syukurlah kapal lautnya belum berangkat.. Menunggu 15 menit kapal lautnya belum berangkat juga, ohhh tidak..!!
perjalanan dari Rote ke Kupang by kapal Express Bahari kira-kira 2 jam dan cuaca nya kurang bersahabat karena angin kencang dan tiket pesawat saya jam 3 brarti tinggal 2 1/2 jam lagi (apakah mungkin bisa tiba di sana tanpa ketinggalan pesawat, sedangkan chek in di bandara minimal 30 menit sebelum keberangkatan, wuuahhhh). Setelah dipikir-pikir hal itu tak kan bisa terkejar, dan akhirnya saya harus membatalkan kepergian ke Kupang hari itu dan pastinya tiket pesawat terbang akan hangus. Sesegera mungkin saya mencoba menawarkan tiket Express Bahari kepada orang-orang yang berada dipelabuhan yang tidak dapat tiket dan masih berminat untuk ke Kupang. Sambil agak berteriak kepada orang-orang di pelabuhan ternyata ada juga seorang laki-laki yang mau membeli dengan harga yang sama ketika saya beli (untung tidak lenyap juga uang tiket Express Bahari saya, harga tiket kapal cepatnya 165 rb). Sedikit agak tenang dan lega tapi masalah belum berhenti disitu, masih ada dompet yang belum ketemu. Kami duduk sejenak berpikir sambil membasahi tenggorokan yang kering dan mengganjal perut dengan makanan ringan (entah kenapa si Yonna malah senyam senyum sambil berkata "tapi saya ko merasa tidak kehilangan ya" nah loh jelas-jelas dompetnya sudah hilang tapi bisa merasa begitu ya, yang sangat jelas ya tiket pesawat saya sudah hangus dan kepalaku cenat cenut saat itu). Berusaha tenang dan berpikir bagaimana baiknya tapi sepertinya tak akan bisa berpikir klo perut kosong, yup kami sudah merasa lapar dan memang sebaiknya mengisi perut dahulu sebelum mumutuskan akan berbuat apa.
Setelah makan kami akan mencoba mencari dompet itu lagi dan jika memang tidak ketemu kami akan pergi bersama-sama ke rumah si Yonna untuk menghadap dan laporan bahwa STNK dll telah hilang kepada orangtuanya, woww semoga Bapak nya Yonna tidak berkumis.
Sepakat tuk menjalankan misi mencari dompet, kami berangkat menuju tangga Mando'o lagi padahal belum pernah saya ke tempat objek wisata dua kali dalam 1 hari (kalian sudah pernah guyss?). Ketika sampai setengah perjalanan kami mulai memperlambat kecepatan sambil melihat-lihat di sekitar jalan berharap dompet ketemu.
Sampai di tanjakan ekstrim sebelum tangga Mando'o, tanjakan itu tak terlihat ekstrim lagi bagi kami mungkin karena kami sudah pernah melewatinya dan ada yang lebih ekstrim lagi, apalagi klo bukan dompet yang hilang. Kami pun sampai di Tangga Mando'o lagi dan kali ini kami ingin mencoba mencari di puncak tangga mungkin ada disana. Si Yonna pun dengan cepat menaiki tangga-tangga itu lagi di ikuti si Eno dan saya yang terakhir seperti biasanya.
Mereka menaiki tangga lebih cepat dari yang pertama maka saya pun ketinggalan lebih jauh lagi dan napas saya terputus-putus, beberapa kali saya berhenti serta menarik napas yang panjang (guyss, lain kali jangan terburu-buru ya..!!).
Saya tahu kekhawatiran Yonna meskipun dapat tersenyum tapi raut wajah dan matanya tak bisa ditutupi mengkhawatirkan hal itu, terlebih ketika ia duduk di pendopo puncak tangga Mando'o. Saya yang sampai terakhir bertanya kepadanya "ada Yonna?', tapi ia hanya tersenyum, dan saya berkata lagi "it's ok Yonna, everything will be allright". Tak sampai 15 menit disana dan kali ini tanpa berfoto-foto ria (bagaimana bisa berfoto-foto dalam keadaan seperti itu ya), kami segera turun dari sana. "Kita harus pergi kerumahmu Yonna bersama-sama, paling tidak agar tidak hanya kamu saja yg dimarahin, senang bersama-sama dan susah pun bersama-sama". Dengan ragu-ragu Yonna menjawab "rasanya tidak", hmmm saya dan Eno pun memberikan masukan-masukan yang lain kepadanya dan perlahan-lahan Yonna pun mulai melunak, "baiklah, tapi saya harus menelepon kakaku dulu untuk tanya pendapatya" seru si Yoh. Kami segera bergerak karena di sana sinyal telepon putus nyambung (lagu kali putus nyambung..). Sambil menuju rumah Yonna, kami coba melihat-lihat jalan yang kami lalui, sapa tahu dompetnya ada dan tentunya bertanya-tanya pada orang. Mata kami pun dibuka lebar-lebar dan mulut kami pun tak henti-hentinya bertanya kepada orang sekitar yang kami temui (agak aneh kalo bertanya kepada orang dewasa, ketika bertanya jawaban mereka tidak sesuai dengan pertanyaannya "Permisi Pak/Ibu apakah tadi lihat dompet hitam yang terjatuh?", kebanyakan dari mereka menjawab "saya dari tadi ada disini or saya baru saja datang". Hal itu berbeda ketika kami menanyakannya kepada anak-anak kecil "de, tadi lihat dompet hitam jatuh tidak" dan jawab merek "tidak",disinilah terlihat kepolosan anak-anak kecil sedangkan orang dewasa berusaha untuk memproteksi diri mereka dengan alibi-alibi dan jawaban yang sebenarnya tidak saya inginkan, please katakan saja tidak or iya).
Baiklah dompet belum juga ditemukan, akhirnya kitapun berhenti sejenak dipinggir jalan yang sinyal telepon tidak putus nyambung lagi, saya meminjamkan HP tuk Yonna menelepon kakaknya. Setelah bercakap-cakap melalui HP Yonna mengatakan pendapat kakaknya supaya kami tidak perlu pergi kerumahnya tuk menjelaskan kehilangan itu (what??kenapa kakaknya berkata seperti itu, dari sudut pandang mana dia berpikir, hmm mungkin dia berpikir agar masalahlah ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan). Tapi saya dan Eno merasa perlu untuk pergi bersama-sama, Eno berkata "lebih baik beban yang ada diangkat 3 orang dari pada sendiri" dia pun berkata "kita berdoa aja dlu" dan saya diminta pimpin doa dengan alasan yang paling tua (wuaa, sebenarnya sih saya sudah lama tidak pernah pimpin doa lagi dan berdoa pun jarang hanya untuk makan saja, tapi untuk kali ini it's ok lah jika itu bisa menenangkan hati Yonna). Tak berpikir lama dan tak mencari tempat yang lebih aman, kami pun mulai berdoa di pinggir jalan itu (untunglah jalan disana jarang orang lalui meskipun beberapa kali saya mendengar suara motor melalui kami, saya hanya takut dianggap seperti orang kafir dan saya pun berusaha fokus untuk berdoa). Setelah berdoa saya merasa begitu yakin karena kekwatiran kami sudah kami serahkan kepada-Nya dan pasti langkah kami dimudahkan. Yup, brangkatlah kami menuju rumah Yonna dan pikiran-pikiran negatif masih muncul di benak Yoh (wajarlah namanya juga manusia). Sampai di rumah Yonna, rumah yang banyak ditumbuhi tanaman-tanaman di pekarangannya dan pastilah keluarga ini suka berkebun kecil-kecilan. Si Yonna mempersilahkan kami duduk yang disambut oleh ibunya dan kami pun berbincang-bincang, tak berapa lama bapak Yonna datang yang katanya sedang memberi makan sapi tadi.
Kami berbincang-bincang lumayan lama dan pada saatnya mengatakan maksud kami bahwa dompet Yoh yg berisi STNK, SIM dan HP telah hilang diperjalanan pulang dari tangga Mando'o, kami pun meminta maaf akan hal itu dan ternyata Bapak Yoh mau mengerti (tidak marah-marah ko seperti yang Yonna kawatirkan).
Setelah itu pun kami pamit kepada bapak dan ibu Yoh, bersamaan dengan itu Yonna ingin mengurus surat kehilangan di pos polisi setempat dan kami pun mengatarnya. Saat diperjalanan Yonna bercerita bahwa tadi sebenarnya dia sudah memberitahukannya langsung kepada bapaknya berita kehilangan itu saat masuk ke bagian dalam rumahnya dan bagusnya bapaknya tidak marah-marah seperti apa yang Yonna bayangkan (saya pun akhirnya terkejut dan tertawa senang). Sampai di kantor pos polisi, kami ingin memohon minta surat hilang tapi polisi yang kami temui itu berkata "besok pagi saja datang lagi ke kantor sebelah sana" pak polisi itu sambil menunjuk kantor sebelah yang sudah tutup. Dengan sedikit perdebatan kami meninggalkan pos polisi itu, usaha kami berlanjut ke Swara Malole yaitu satu-satunya stasiun radio di Rote dengan maksud ingin menyiarkan kabar kehilangan melalui stasiun radio tersebut. Dari stasiun radio itu, kami singgah di nasi goreng karena perut sudah lapar (nasi gorengnya buaanyak sekali, baru kali itu saya makan nasi goreng tidak habis, buang-buang makanan dah). Si Yonna kembali kerumahnya setelah makan dan kami masih harus menempuh jarak yang lumayan jauh harus ke Desa Dulosi melalui rute jalan yang agak panjang karena melawati "jalan potong" malam hari agak berbahaya. Seperti biasa jalan-jalan di Rote jarang sekali ada lampu jalan paling hanya satu dua saja dan seringkali pengendara kendaraan menyalakan lampu jauh yang membuat mata saya dan Eno silau. Eno yang mengndarai motor dan saya dibonceng, memacu motornya cepat dan semakin cepat karena jalan yang sepi tidak seperti di ibukota atau kota-kota besar lainnya dan meskipun angin bertiup kencang tapi motor itupun tak kalah kencangnya hingga sampailah kami di rumah. Sejenak setelah sampai saya menatap langit dan bintang yang terlihat begitu terang dan indah setiap malam hari di Rote, ka'Glory menyambut kedatangan kami lagi (yup, karena hari sebelumnya saya sudah pamit untuk pergi, nahh ternyata balik lagi, jadi malu saya, hehehe). Kami pun menceritakan kejadian tadi sore kepada keluarga di Dulosi dan ka'Glory menyediakan kopi bagi saya dan Eno serta mengajak untuk makan tapi karena kami sudah makan, sehingga kami menolaknya baik-baik. Ceritanya pun habis dan saya membersihkan diri sebelum beristirahat, sejenak sebelum tidur saya mengingat kembali kejadian hari ini yang sangat melelahkan tapi bagi saya hari yang mengagumkan karena kami menyerahkan perkara kami kepada-Nya dan apa yang kami kawatirkan tidak terjadi dan saya bersyukur akan hari itu.