Jumat, 30 Desember 2016

Bukit Merese - Lombok

Tak hanya tanah landai dan gunung, Lombok pun dipenuhi oleh kontur berbukit. Satu yang lagi tenar disana yaitu Bukit Merese.
Letaknya tak jauh dari Pantai Kuta Lombok, dan berdampingan dengan Pantai Tanjung Aan. Ya, begitu menyusuri Pantai Tangjung Aan yang berciri pasir sebesar biji lada menuju ke arah barat, akan menemukan Bukit Merese.



Tanjakannya bisa dibilang tak terlalu terjal, kira-kira 5 menit sudah tiba di bagian atas Bukit itu. Hembusan angin saat itu begitu lebat sampai-sampai saya harus setengah berdiri. Di Bukit Merese bisa melihat Pantai Tanjung Aan dari ujung ke ujung, pun bisa menikmati senja. Tapi sayangnya senja terhalang mendung saat itu. Di Bukit Merese pun bisa menjadi tempat yang romantis bagi pasangan kekasih, terbukti ada sepasang insan yang asik berlama-lama duduk di bebatuan Bukit itu.


Menurut info, Bukit Merese sering didatangi hewan-hewan ternak yang hendak mencari makan rumput, tapi lagi-lagi disayangkan keadaan disana sedang gersang dan jarang sekali rerumputan yang tumbuh. Alhasil saya pun tak melihat hewan-hewan ternak yang memanjat ke Bukit itu. Tak lama menahan deburan angin kencang, saya dan 2 orang teman, Utie dan Jhony, memutuskan segera turun dan menuju parkiran tempat kami menyandarkan motor. Sepertinya saat itu Bukit Merese menjadi tempat yang lebih cocok untuk sepasang insan daripada untuk pelancong seperti kami.
Well, jika cuaca lebih cerah mungkin Bukit itu akan menjadi cocok untuk siapapun yang singgah.



Rabu, 26 Oktober 2016

Kulineran di Lombok yukss..!!

Lombok itu kaya banget sama sumber alamnya, indahnya pesisir pantai nan tersohor, pemandangan bawah laut yang cantik dan mempesona, bukit-bukit yang menjuntai disisipi gunung nan gagah, serta beragam makanan yang aduhai membuat Lombok sebagai destinasi travelling yang ciamik. Nah, kali ini waktunya mengupas kuliner yang sempat saya cicipin dan masih teringat menyusup di lidah saya.



Dimulai dari Ayam Taliwang, nah cita rasa makanan ini disajikan dari ayam yang masih berusia muda. Dagingnya tak terlalu banyak tapi terasa segar, ada yang digoreng dan dibakar, lalu disajikan berdampingan dengan bumbu pedas. Rasanya, tentu saja menggoyang lidah tapi bagi yang tidak suka pedas memang seperti makan ayam biasa. Ayam Taliwang kurang lengkap tanpa Plecing, sayuran yang berupa kangkung dan toge dilumuri oleh sambel pedas, dihiasi kacang goreng dan kelapa parut yang disangrai.


Lalu berikutnya masakan sedap yang saya cicipi yaitu Sate Rembiga. Kuliner satu ini berupa daging sapi yang sudah dilumuri bumbu lalu dibakar. Tidak seperti sate kebanyakan, Sate Rembiga ini tidak lagi disajikan dengan saus kacang atau kecap. Jadi setelah dibakar, sate langsung bisa disantap dan lontong bisa dijadikan alternatif pengganti nasi untuk disantap bersama Sate Rembiga. Sop Iga tak luput dari perburuan kuliner saya di Lombok. Daging Iga sapi yang dimasak lembut dan berkuah gurih serta masam dengan aroma bawang merah yang khas. Nah kalo mau pesan sop Iga di Lombok biasa disebut dengan Bebalung.




Ada salah satu jenis sate lagi yang saya cicipi, yaitu Sate Bulayak. Kalo sate yang satu ini bisa berupa sate ayam, sate daging ataupun sate campur. Kekhasan sate ini ada pada saus kacang dan lontongnya. Saus kacang terbuat dari kacang tanah yang disangrai dan direbus. Kacang tanah lalu ditumbuk halus dan diberi santan serta bumbu lainnya. Lontong disajikan dengan cara yang berbeda, yaitu di bungkus dengan balutan janur.


Kuliner khas Lombok lainnya yaitu Nasi Puyung. Kuliner Lombok satu ini berupa nasi dan suir daging ayam dengan bumbu super pedas. Saking pedasnya, saya tak bisa menahan derasnya keringat yang muncul di dahi ketika menyantap Nasi Puyung.


Kuliner terakhir yang bisa saya cicipi di Lombok yaitu Singang. Adalah potongan ikan laut yang dimasak dengan cara direbus dan berupa kuah kuning sebagai tampilan akhirnya. Rasanya tentu saja gurih, asam dan sedikit pedas.
Meskipun belum semua kuliner di Lombok yang saya cicipi, tapi ternyata Lombok mempunyai kuliner yang bercitarasa tinggi. Suku asli Sasak memang pandai mengolah bahan makanan serta piawai memasak. Tentunya ciri khas yang utama seperti hal nya nama pulau cantik itu adalah Lombok yang berarti cabai sehingga kuliner disana tak lepas dari rasa pedas.









Selasa, 18 Oktober 2016

Kenapa nggak Kulineran di Jakarta

Siang hari itu udara Jakarta terasa panas seperti biasa, plus ditambah gas hasil buang kendaraan bermotor menambah keringat dibadan. Siang itu saya harus menunggu SKCK saya terbit di Polres Jatinegara. Adalah hal yang membosankan jika harus menunggu 2 jam lamanya menurut keterangan di spanduk untuk pembuatan SKCK baru. Langsung saja saya bergegas mencari pondok untuk mengisi perut yang sudah bergemerincing. Begitu keluar gedung polres, saya berbelok kekanan dan berjalan menyusuri gangg yang ramai oleh pedagang sambil memilah milah tawaran makanan yang ada.

Gangg Sempit, Warung Sate Sederhana
Para Seniman Lawas

Sampai pada alunan musik lawas menghentikan langkah kaki saya. Ternyata ada warung yang menawarkan sajian sate dan disanalah para pelanggan ditemani makan sambil mendengarkan lagu-lagu lawas. Begitu masuk ke warung itu, saya ditawari 3 menu khas yaitu ; sate, gulai, dan tongseng. Seraya penasaran dengan tongseng di warung itu dan kebetulan entah kapan terakhir kali saya menyantapnya, jadilah menu terakhir yang saya pilih.

Sang Pengkipas Sate Sekaligus Keturunan si Pemilik

Tungku Penghasil Tongseng Yang Lezat


Menunggu Orderan yang Sedang Diolah

Tak perlu waku lama menunggu, kira-kira 10 menit sajian itu tiba. Dengan asap yang masih mengebul menghiasi daging ditambah sayur kol dan tomat, dahaga saya pun tak tahan memandanginya. Kuah nya kental sekali, rasanya manis khas kecap Bango, dagingnya pun menyerap rasa manis nan kental itu. Sayur dan tomat menambah variasi masakan itu plus tambahan potongan timun dan bawang merah yang sengaja tidak diiris kecil-kecil. 


Lidah bergoyang menikmati lezatnya tongseng, kuping mengembang mendengarkan lagu lawas dengan satu lagu yang melegenda, Bengawan Solo. Keringat seakan tak mau diam saja, sehingga muncul dari permukaan kulit saya. Buehh kombinasi yang cihuuy di siang hari kota Jakarta itu. Klo mengutip bahasa Pak Bondan Winarno, memang layak di bilang "top markotop". Kukiner siang hari di Jakarta?kenapa tidak.
Mau tahu alamatnya?ada di gg. Lele Jl. Matraman Raya 224.
Warung Sate Sederhana itu sudah ada sejak tahun 1962, dan masih dikelola oleh keturunan aslinya.
Seporsi tongseng plus nasi putih dibanderol 50 ribu rupiah.






Kamis, 06 Oktober 2016

Tak Hanya Puluhan Pantai, Bali pun Punya Ratusan Pura

Tak perlu di sanksikan lagi bahwa Bali merupakan salah satu surganya para pelancong baik dalam maupun luar negri akan keindahan pantainya. Tapi ternyata dibalik semua itu, Bali pun mempunyai Pura yang diagungkan oleh penduduk lokal. Salah satunya adalah Pura Besakih.

Wisatawan Non Lokal

Wisatawan Lokal

Letaknya di Desa Besakih, Kabupaten Karangasem, Bali. Saya dan tiga orang kawan sepakat menyewa sepeda motor untuk menuju kesana. Berawal dari bandara Ngurah Rai, lalu kami melintasi Gianyar, lurus ke Klungkung dan menyimpang menyusuri jl. Raya Besakih. Hampir 2 jam lamanya hingga sampai di Pura itu. Utie, Asep, Jhony, dan saya langsung saja disodori kain untuk penutup pinggang kebawah oleh pemuda disana dengan 10 ribu perorang sebagai uang sewa kain itu. Serta tiket yang berharga 15 ribu perorang tanpa ada bentuk karcisnya. Tak hanya disitu, ternyata kami harus parkir motor di depan Pura Besakih yang berjarak kurang lebih 200 meter dari lokasi penjatahan karcis itu. Belum juga motor diparkir dengan benar, beberapa wanita dengan agresifnya menyerahkan kembang-kembang dan dupa lalu meminta upah balik sebesar 20 ribu perorang. Hadeehh, beginilah wajah wisata negeri ini jika sudah terkenal. Akhirnya nego biaya ganti kembang dan dupa seharga 10 ribu.






Sejatinya, kami pun tak akan melaksanakan doa-doa di Pura itu, hanya sekedar mengambil foto dan memuaskan rasa penasaran seperti apa Pura Agung Besakih itu. Memang area nya sangat luas, beberapa pura terlihat menjulang keatas, rasanya kaki ini pun tak mampu jika harus mengelilinginya kawasan Pura Besakih dalam waktu singkat. Beberapa pura ada yang dipagar dan tak sembarangan orang boleh memasukinya, tapi ada juga yang terbuka dan boleh dimasuki pengunjung.

Beberapa Warga yang Sedang Sembahyang
Ada yang Jual Buah Juga

Asep dan Ni Putu Rista - Gadis Cilik yang Bisa 23 Bahasa
Formasi Lengkap

Terlihat ada beberapa orang yang sedang melakukan rangkaian ritual doa dengan menaruh kembang dan membakar dupa. Bali ternyata tak hanya sekedar pantai tapi budaya nya pun sangat kental dan terutama sangat welcome terhadap pelancong yang singgah di pulau indah itu.







Rabu, 17 Agustus 2016

Pohon Mangris

Menjulang tinggi, kokoh serta terlihat angkuh itulah kesan pertama saya melihat pohon itu. Pohon Mangris atau bisa juga disebut Pohon Madu ini bisa dijumpai di pulau Kalimantan. Saya pun kebetulan melihatnya di tempat saya bekerja, Seruyung, Malinau, Kalimantan Utara. Kenapa di sebut juga Pohon Madu? Ya karena pohon itu merupakan kesenangan para lebah untuk tempat berproduksi madu-nya. Nah, menurut Pak Faisal -rekan sekerja saya- saat pohon penuh dengan madu, beruang pun akan datang menghampiri dan menikmati hasil kerja para lebah. Wah, seperti film kartun yang sering saya tonton semasa kecil, Winnie The Pooh. Penasaran saya melihat beruang memanjati pohon nan tegak itu dan animasi kartun pun akan berwujud nyata saat saya nantinya bisa melihat adegan itu. Tak hanya itu saja kebesaran Pohon Mangris, "jika pohon itu ditebang siap-siap saja menyediakan uang 1 miliar sebagai gantinya", Pak Faisal menambahkan. Sepertinya jika dilihat-lihat Pohon Mangris itu tak asing bagi saya, imajinasi saya pun teringat saat beberapa kali psikotest di beberapa perusahaan yang meminta menggambar sebuah pohon. Persis apa yang saya gambar terpampang sekarang wujud pohon itu.

Pohon Manggris

Disebut Juga Pohon Madu

Jumat, 22 Juli 2016

Mencari Bekantan di Hutan Mangrove - Tarakan

Berhubung saya diberi kesempatan singgah di Tarakan, menjadi lebih berkesan buat saya untuk traveling sejenak. Penelusuran saya melalui mbah google akan tempat wisata di Tarakan menyajikan satu tempat yang menarik buat saya. Meskipun hanya pulau kecil yang terletak di Kalimantan Utara bagian Timur tapi Tarakan sudah menjadi kota yang maju pesat, terbukti dengan bandara yang sudah berlabel Internasional dan kota yang sudah padat penduduk nya. Begitu juga dengan hutan mangrove nya, beda dengan yang ada di Jakarta karena menjadi habitat beberapa bekantan yang sudah menjadi hewan langka. Hanya berjarak 1,1 km dari tempat saya menginap, saya dan teman saya, Arin, mengandalkan kedua kaki kami untuk sampai kesana. Sekitar 20 menit kami berjalan kaki, akhirnya sampai di depan gerbang Hutan Mangrove. 

Gerbang Hutan Mangrove - Tarakan

Jalan Setapak Hutan Mangrove
Arin, Menyusuri Hutan Mangrove

Penjaga tiket baru datang jam setengah sembilan sehingga membuat kami harus menunggunya di depan loket Hutan Mangrove. Tiket 3 ribu rupiah per-orang menjadi kunci pas buat kami untuk menelusuri Hutan Mangrove dengan luas 22 ha. Sepertinya saya dan Arin menjadi pengunjung pertama yang hadir, tak selang beberapa lama 3 orang pemuda ikut meramaikan. Tak jauh dari pintu masuk terdapat 2 sangkar burung elang leher putih, dengan matanya yang tajam, sang elang memandangi saya ketika ingin mengambil gambarnya. Beberapa penjaga kebersihan menyapuhi dedaunan yang gugur dan tergeletak di jalan yang terbuat dari kayu. Yang asik ada beberapa gazebo dan bangku meskipun ada beberapa yang sudah tidak layak. Disediakan juga tempat sampah tapi ada beberapa sampah plastik yang saya lihat tergenang di air, di sela-sela akar mangrove. 

Sang Elang Dalam Sangkar

Salah Satu yang Merawat Hutan Mangrove

Ada Beberapa Tempat Duduk dan Tempat Sampah
Sampah Tergenang di Air Hutan Mangruve

Pengunjung Yang Asik Melihat Bekantan

Sepertinya di tempat wisata manapun harus mengedukasi pengunjung yang datang agar tidak membuang sampah sembarangan, salah satunya mungkin dengan spanduk "ayo jaga kebersihan lingkungan". Sekilat gerakan di air bergemirik membuat Arin melonjak kaget. "Apaan tuh?", katanya. Setelah kami lihat dengan antusias ternyata seekor binatang mirip ikan -dengan kepala yang besar dan ramping di bagian bawah- yang loncat ke akar pohon mangrove, sejenis hewan amphibi pikir saya. 

Amphibi?
Bekantan-nya Terlalu Jauh dan Lensa Kamera Terlalu Pendek

Bekantan, The Best Shoot

Menyusuri lagi jalan setapak terdengar suara gaduh dan pohon yang bergoyang-goyang. Rasa penasaran membuat saya bergegas menuju sumber bunyi itu. Ternyata saya menemui Bekantan yang sedang bermain bersama temannya dan lompat dari pohon ke pohon. Sayang sekali kamera saya tidak dilengkapi dengan lensa tele, sehingga foto yang saya dapat tidak maksimal. Bekantan sendiri adalah salah satu hewan endemik kepulauan Kalimantan dan populasinya mulai berkurang sehingga bisa dibilang merupakan hewan langka. Bekantan ini mempunyai ciri khas yaitu hidung yang panjang dan besar dan menjadi ikon dari Dunia Fantasi. 

Ikonnya Dufan - Bekantan

Yup, keasikan dipagi hari itu cukup menyenangkan, menyusuri Hutan Mangrove dengan bonus melihat bekantan.

Rabu, 06 Juli 2016

Libur Lebaran di Ragunan

Libur tlah tiba, libur tlah tiba, hore hore hore.... Begitulah syair lagu yang saya ingat ketika libur datang. Ya, hari lebaran menjadi andil bagi saya dan keluarga untuk berlibur bersama. Meskipun kunjungan kali ini tak jauh jauh amat, tapi karena bareng keluarga hal itu menjadi spesial. Kebun binatang Ragunan, yang terletak di Jakarta Selatan menjadi pilihan kami berlibur, alasannya karena dekat dan murmer. Saya sih tadinya berpikir kalo hari pertama lebaran pasti sedikit yang akan pergi ke Ragunan, karena sebagian orang akan sibuk mudik ke kampung halaman. Tapi saat tiba di parkiran Ragunan, asumsi awal saya menjadi buyar karena sudah banyak motor yang terparkir disana belum lagi antrian pengunjung di loket. Wah, bukannya tempat hiburan yang sepi yang kami datangi tapi malah melimpah ruah keramaian pengunjungnya. Saat antri menuju loket parkir Ragunan, terdengar suara seorang pria yang dibantu toa. Dia menyerukan bahwa karcis tiket sudah berubah menggunakan kartu DKI yang dijual 10 rb dengan pengisian pulsa awal 20 rb. Kartu itu juga bisa digunakan untuk busway transjakarta dan tiket Kota Tua, pria bertoa itu menjelaskan dengan lantang. Salah satu terobosan yang brilian karna mengurangi penggunaan kertas untuk tiket. Meskipun agak maksa karna harus beli kartunya yang harga 10 rb itu (lebih bagus kalo kartunya gratis, tinggal pulsa nya yang harus diisi). Biaya masuk motor adalah 3 rb dan pengunjung dikenai biaya 4 rb perorang, murah bukan?.

Welcome to Ragunan


Kakak Tua Raja

Merak
Beruk on Action
Lutung Budeng

Begitu masuk Ragunan, keramaian sudah terlihat dimana-mana, ini sih jadinya liat manusia lalu lalang bukan hanya liat binatang saja, batin saya bergejolak. Oh ya, saya yang mengajak Mama, Kakak, dan Adik mula-mula melihat hewan reptil dan burung. Ternyata burung Kakak Tua banyak jenis dan warnanya, padahal yang saya tahu hanya lah berwarna putih. Beranjak mengunjugi hewan mamalia, ya salah satu nya adalah orang utan. Tingkah lakunya ya tentu saja bergelayutan di taman bermain yang disediakan di kandang nya. Hewan yang paling seru kami lihat adalah gajah, dia bisa berjalan mundur tanpa menengok ke belakang. Sepertinya gajah itu sudah hafal dan terbiasa jalan mundur tanpa terjatuh. Ada yang seru dari perilaku si gajah, setelah menghampiri pengunjung gajah itu lantas buang air besar dan kecil seakan-akan meledek kami yang ingin berfoto bersama-nya.

Sang Gajah yang Siap Meledek Pengunjung

Ber-uang Madu

Mom dan Burung Onta yang Saling Memandang

Kereta Mobil
Sisters


My Lovely Mom


Together

Belum ada setengah kebun Ragunan itu kami lalui, Mama saya sudah terlihat lelah sekali. Kereta mobil yang lintas di hadapan kami menjadi alternatif untuk mengelilingi kebun raya itu. Tiket Rp 7.500,- per orang harus disediakan untuk menaiki kereta mobil itu. Menaiki kereta mobil itu hanya memutari kebun Ragunan tanpa berhenti di tiap kandang binatang. Yang mengecewakan lagi tak banyak binatang yang bisa di lihat saat menaiki kereta mobil itu plus hanya butuh waktu 10 menit untuk berkeliling, waktu yang sangat singkat bagi saya.
Walaupun tak semewah dan tak sesuai pemikiran saya, tapi menghabiskan waktu liburan dan bertamasya bersama keluarga adalah hal yang istimewa.