Selasa, 18 Oktober 2016

Kenapa nggak Kulineran di Jakarta

Siang hari itu udara Jakarta terasa panas seperti biasa, plus ditambah gas hasil buang kendaraan bermotor menambah keringat dibadan. Siang itu saya harus menunggu SKCK saya terbit di Polres Jatinegara. Adalah hal yang membosankan jika harus menunggu 2 jam lamanya menurut keterangan di spanduk untuk pembuatan SKCK baru. Langsung saja saya bergegas mencari pondok untuk mengisi perut yang sudah bergemerincing. Begitu keluar gedung polres, saya berbelok kekanan dan berjalan menyusuri gangg yang ramai oleh pedagang sambil memilah milah tawaran makanan yang ada.

Gangg Sempit, Warung Sate Sederhana
Para Seniman Lawas

Sampai pada alunan musik lawas menghentikan langkah kaki saya. Ternyata ada warung yang menawarkan sajian sate dan disanalah para pelanggan ditemani makan sambil mendengarkan lagu-lagu lawas. Begitu masuk ke warung itu, saya ditawari 3 menu khas yaitu ; sate, gulai, dan tongseng. Seraya penasaran dengan tongseng di warung itu dan kebetulan entah kapan terakhir kali saya menyantapnya, jadilah menu terakhir yang saya pilih.

Sang Pengkipas Sate Sekaligus Keturunan si Pemilik

Tungku Penghasil Tongseng Yang Lezat


Menunggu Orderan yang Sedang Diolah

Tak perlu waku lama menunggu, kira-kira 10 menit sajian itu tiba. Dengan asap yang masih mengebul menghiasi daging ditambah sayur kol dan tomat, dahaga saya pun tak tahan memandanginya. Kuah nya kental sekali, rasanya manis khas kecap Bango, dagingnya pun menyerap rasa manis nan kental itu. Sayur dan tomat menambah variasi masakan itu plus tambahan potongan timun dan bawang merah yang sengaja tidak diiris kecil-kecil. 


Lidah bergoyang menikmati lezatnya tongseng, kuping mengembang mendengarkan lagu lawas dengan satu lagu yang melegenda, Bengawan Solo. Keringat seakan tak mau diam saja, sehingga muncul dari permukaan kulit saya. Buehh kombinasi yang cihuuy di siang hari kota Jakarta itu. Klo mengutip bahasa Pak Bondan Winarno, memang layak di bilang "top markotop". Kukiner siang hari di Jakarta?kenapa tidak.
Mau tahu alamatnya?ada di gg. Lele Jl. Matraman Raya 224.
Warung Sate Sederhana itu sudah ada sejak tahun 1962, dan masih dikelola oleh keturunan aslinya.
Seporsi tongseng plus nasi putih dibanderol 50 ribu rupiah.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar