Sebulan berlalu tanpa petualangan, hampa dan sepi jiwa ini. Dua destinasi terakhir selalu merapat ke pesisir pantai tapi kali ini saya putuskan tuk menaiki ketinggian. Berada tak begitu jauh dari Jakarta, destinasi kali ini cocok tuk merehat kepenatan sehari-hari. Gunung Pangrango namanya yang menjadi tujuan saya kali ini.
Saya bersama 11 teman backpacker berkumpul di depan terminal kp.Rambutan. Pengalaman selama ikut trip bpi, selalu saja orang-orangnya ngaret, bahkan trip kali ini lebih ngaret daripada sebelumnya. Saya yang tiba jam 20.15 wib harus menunggu kawan yang lain sampai jam 23.30 wib tuk beranjak ke Cibodas. Pekatnya malam kami lalui di dalam bis, terpejam hingga sontak terbangun saat kenek bis meneriakan kata Cibodas. Tak terasa pejalanan dalam bis selama dua jam lebih telah berakhir. Ada 3 pasukan tambahan dari Bandung sudah menunggu kami, total ada 15 orang bersama-sama menaiki ketinggian.
|
Tempat Istirahat di Warung Mang Idi |
Tak lantas memulai pendakian, kami beristirahat di warung Mang Idi hingga sang fajar muncul. Jam 6.30 wib kami memulai pendakian, selangkah demi selangkah kami lewati jalur itu. Ada 8 pos yang harus kami lewati sebelum sampai di Kandang Badak tuk bermalam disana. Perhentian pertama tentu saja di pos satu tuk melapor ulang. Perhentian selanjutnya ada di jembatan cinta, jembatan yang kira-kira panjangnya hampir 1 km, disana saya melihat kera bergelantungan dan melompat-lompat dari dahan satu ke dahan lainnya.
|
Plank Taman Cibodas, Pos 1 |
|
Papan Info Sekilas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango |
|
Jembatan Cinta |
Jalan mendaki satu persatu terus kami lalui, sesekali dapat bonus jalan datar. Entah beberapa kali kami berhenti tuk mengatur nafas dan meneguk air. Ada jalur air panas yang harus kami lewati, menapaki batu-batuan licin dan berpegang pada tali. Saya menoleh ke kanan berupa jurang entah berapa dalamnya, disebelah kiri berupa tebing. Air panas mengalir dijalur itu dan kaki saya tersengat oleh panasnya membuat jantung tambah berdebar-debar. Di tengah pendakian, kami terbelah menjadi beberapa kelompok, ada yang di depan, di tengah, dan di belakang. Saya salah satu dari dua orang yang tergesa-gesa tuk sampai di Kandang Badak. Jika terlalu lama dan terlalu sering beristirahat membuat saya cepat lelah. Di samping saya, wanita cantik nan manis terus mengikuti dengan semangat, saking semangatnya kami meninggalkan jauh rekan-rekan yang lain.
|
Gunung Gede-Pangrango dari kejauhan |
|
Petunjuk Arah dan Jarak di Pos 2 |
Setiap kali pendakian selalu saja terlintas dalam benak saya, kapan sampainya?. Rasa lelah, letih, takut tak boleh mengalahkan saya tuk bisa sampai di puncak tetapi bukan tuk menaklukan alam melainkan menaklukan kekhawatiran diri saya sendiri. Karena sejatinya alam takkan bisa ditaklukkan tapi diri sendiri bisa. Jam 12.15 wib akhirnya saya tiba di Kandang Badak bersama si nona manis, disusul teman-teman yang lain. Pas sampai di Kandang Badak suasana ramai sekali seperti di pasar, kami saja kekurangan lapak tuk mendirikan tenda dan harus menunggu beberapa pendaki yang selesai ngecamp tuk mendapatkan lapak yang cukup. Bongkar lapak dan mendirikan tenda selesai kira-kira jam 3 sore, dilanjutkan dengan masak tuk mengisi tangki perut yang sudah kosong. Lalu menghangatkan tubuh di dalam tenda sampai terlelap.
|
Keramaian di Kandang Badak |
|
4 Tenda kami |
Belum juga sinar mentari tiba dan udara masih membuat saya menggigil, tapi kami harus bersiap-siap tuk menuju puncak Pangrango. Subuh itu jam 2, kami menuju summit berbekal cahaya headlamp dan senter tuk menerangi jalan setapak itu. Jarak pandang hanya beberapa meter saja sejauh sinar headlamp dapat menyinari. Jalan terus mendaki seringkali dihadang pohon yang melintang membuat kami harus merunduk dan meloncatinya. Setelah 4 jam melewati rintangan-rintangan itu, akhirnya kami sampai di Puncak Pangrango. Kami tiba agak terlambat karena sunrise nya sudah beranjak mendahului kami.
|
Puncak Pangrango |
|
Sunrise di Puncak Pangrango |
|
Bersama di Puncak Pangrango |
Angin yang bertiup dipuncak itu kembali mendinginkan tubuh saya dan membuat hidung saya menghasilkan larutan lendir. Selesai menikmati puncak, kami menuju Mandalawangi. Tak tahu tempat seperti apa, saya hanya mengikuti jejak kawan yang lain. Tak berapa jauh ke tempat itu dan ternyata itu adalah sebuah lahan yang banyak ditumbuhi Edelwies tapi sayang sedang tidak berbunga. "Saat sedang musim kemarau baru berbunga", kalimat seorang teman yang menjawab pertanyaan dalam benak saya. Di Mandalawangi kami menghangatkan tubuh dengan minuman hangat, melepaskan lelah sembari ngobrol ngalur ngidul. Percakapan akan pengalaman pribadi, demo buruh sampai jual beli motor menyeruak tak ada ujungnya.
|
Di Mandalawangi |
|
Bersama di Mandalawangi |
Sinar mentari mulai menyengat, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 9.30 wib, kami beranjak tuk kembali ke tenda di Kandang Badak. Jalur summit yang kami lewati dini hari itu terpampang jelas saat kami turun. "Ternyata begini jalur yang kita lewati tadi", ucap salah satu kawan. Perjalanan turun terpangkas 2 jam dari waktu naik. 7 orang termasuk saya sampai terlebih dahulu di tenda, sisanya 6 orang masih menikmati perjalanannya. Sejam berlalu sejak kami tiba tapi kemunculan 6 orang kawan belum terlihat. Akhirnya mereka tiba dua jam kemudian, usut punya usut ternyata mereka nyasar. Mereka mengikuti jalur sempit setapak yang terlihat ada jejak-jejak kaki, sebenarnya saya pun hampir menelusuri jalur itu. Naluri memberontak dan tak ada pita di beberapa pohon di jalur itu, sehingga saya berbelok keluar dari jalur itu sampai terlihat ada pita di pohon dan mengikuti jalur. Bagusnya 6 orang kawan itu masih selamat bahkan ada cerita tambahan bagi mereka masing-masing.
|
Ternyata Seperti Ini Jalur Saat ke Puncak Pangrango |
Selesai makan, kami merapikan barang dan membongkar tenda. Jam 4 sore, kami meninggalkan Kandang Badak dan turun menuju Cibodas. Matahari mulai tenggelam dan sinarnya perlahan-lahan sirna, tak nampak lagi menembus pepohonan tinggi yang berlumut yang menandakan gunung itu tidak aktif lagi. Langkah kaki bergerak cepat dan semakin cepat agar bisa sampai di bawah sebelum gelap. Terlalu cepat melangkah membuat salah satu teman yang wanita terjatuh bahkan hingga dua kali. Kecepatan kaki pun diperlambat takutnya jatuh tuk ketiga kali. Ternyata setelah ditanya-tanya, dia punya darah rendah sehingga konsentrasi cepat menurun dan mengalami pusing-pusing. Salah satu teman wanita yang lain -si nona cantik nan manis yang penuh semangat itu- membantu membawakan tas teman yang terjatuh itu.
Gelapnya malam tak bisa dilewati begitu saja dan kami masih harus menuruni jalan. Kira-kira hampir jam 8 malam kami tiba di pos 1 tuk melapor bahwa pendakian kami telah usai. Dari pos 1 menuju Cibodas tuk mencari makan, kemudian bersiap-siap pulang ke rumah masing-masing.
Kalau dipikir-pikir kenapa mau capek-capek naik gunung trus turun lagi?
Bukannya lebih enak meringkuk di tempat tidur?
Atau nonton tv sambil nyemil?
Hmmm, jawabanya ada pada diri kita masing-masing!.
SAYONARA...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar