Sepeda motor yang saya pesan sedari pukul 7 pagi akhirnya tiba juga meskipun 1 jam setelahnya. Saya bergegas membayar biaya dan menyerahkan 3 kartu pribadi sebagai syarat jaminannya. Berhubung saya dan kawan saya - Holmes - tak akrab dengan daerah Yogyakarta maka kami mengandalkan waze sebagai petunjuk jalan. Kurang lebih 40 Km jauhnya roda sepada motor yang kami tumpang melintasi aspal hitam.
Kira-kira satu setengah jam kami tiba di candi terbesar di Indonesia bahkan salah satu terbesar di dunia. Letaknya di kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Untuk parkir motor berada di luar kawasan parkir candi karna hanya kendaraan beroda 4 atau lebih saja yang diperbolehkan parkir, alhasil kami parkir di depan toko penjaja makanan ringan. Tiket masuk candi sudah 30 ribu rupiah per orang tapi jika ingin tiket terusan ke candi Prambanan hanya merogoh kocek 50 ribu rupiah untuk 2 candi. Mengantisipasi kalau kami tidak sempat ke candi Prambanan maka tiket terusan tidak kami tebus, hanya 1 tiket tujuan saja - candi Borobudur. Begitu menyerahkan tiket masuk ke penjaga gerbang, kami menoleh kanan - kiri. Spontan Holmes berujar "mana candi nya?", dengan sok tahu saya menipali "mungkin di balik pohon itu". Seingat saya, dulu pertama kali kesana pohon-pohon belum menjulang tinggi sehingga dengan mudah candi Borobudur terlihat dari kejauhan. Karena tak ingin tersesat, kami ikuti saja pengunjung yang sudah di depan kami, dan tak berselang lama ada petunjuk arah di mana letak candi Borobudur, syukurlah. Setelah jalur pepohonan terlewati, muncul juga candi megah itu dan sengat matahari pun mulai terasa. Ternyata sudah ada fasilitas bagi pengguna kursi roda yang ingin berkunjung ke sana, terlihat salah satu pengunjung melintasinya.
Tiap anak tangga candi Borobudur harus susah payah dipanjat, "tinggi amat sih anak tangganya" ujar Holmes sambil merik napas dalam-dalam. Ditambah sengatan matahari yang kian tajam, sangat tajam bahkan. Relief di dinding candi membuat takjub mata saya, bagaimana bisa relief di bangunan seluas 1,5 ha ini bisa terpampang di sekelilingnya dan pasti menceritakan kisah di zaman itu, zaman Sailendra. Terpampang beberapa sudut yang sudah dipugar dan beberapa arca Budha di dalam stupa tak lagi utuh. Maklum umur candi Borobudur sudah lebih dari 2 abad.
Aktivitas ketika berada di sana, tentu saja mengabadikan moment. Pengunjung non lokal pun banyak terlihat, salah satu diantaranya sedang terlihat mengoleskan krim penghalau tabir surya. Memang siang itu terasa sangat panas, apalagi tak ada pohon di tengah candi yang bisa menghalau sinarnya, beruntung sekali pengunjung yang membawa payung. Oh ya, ada bangunan yang berada di tengah candi dan yang paling tinggi, disebut Chattra. Tak bisa di masuki ataupun mengintip kedalam karna tak ada lubang di Chattra itu. Panas yang tak kunjung henti, membuat kami menuruni candi dan berteduh di pepohonan. Sejenak menyeka keringat dan memandangi candi Borobudur dari bawah, betapa besar nya bangunan itu dan tersadar betapa banyak hal-hal besar ada di dunia ini beserta "misteri" kebesaran-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar