Selasa, 22 Oktober 2013

Ke Ujung Barat Pulau Jawa - Taman Nasional Ujung Kulon

Malam semakin menua tak lantas menyurutkan niat para penumpang yang berdatangan di terminal itu. Maklum lah liburan panjang dan "hari kejepit" biasa dimanfaatkan tuk pulang kampung ataupun jalan-jalan. Seperti halnya saya yang memanfaatkan waktu libur tuk jalan-jalan setelah dua minggu di site. Destinasi kali ini adalah Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang berada di bagian paling barat pulau Jawa, Banten. Saya dan teman-teman backpacker ngumpul di termimal Kp.Rambutan. Pukul 10.30 malam kami berangkat setelah menunggu salah satu teman yang "ngaret" dua jam an. Kami melompat ke dalam bis tujuan Serang, kira-kira perjalanan ditempuh selama 2 jam. Sampai di terminal Pakupatan Serang, ternyata ada 5 orang lagi teman backpacker yang sudah menunggu di sana sehingga total ada 20 orang yang akan menuju ke TNUK. Perjalanan dilanjutkan dengan menaiki mobil Elf, kapasitas bangku yang hanya ada 16 dimasuki 20 orang alhasil kami duduk seperti ikan pepes bahkan ada yang duduk diatas mobil elf.

Atas : mobil berhenti di depan alfamart, seberang indomart
Bawah : duduk berdempetan di mobil elf

Mula-mula satu dua lubang jalan tak terlalu terasa di bokong saya tapi lama kelamaan sakitnya tak tertahankan lagi karena ratusan lubang yang harus dicicipi satu persatu. Setelah 6 jam lamanya menaiki mobil elf, kami tiba di Taman Jaya.

Dermaga Taman Jaya

Di dermaga Taman Jaya sudah menunggu perahu yang akan menemani dan mengantar kami selama beberapa hari di TNUK. Pak Isnain adalah Captain kapal sekaligus merangkap guide tuk trekking di sana. Untungnya sang ombak saat itu masih bersahabat sehingga perjalanan laut lebih mengasikkan dari pada di mobil elf tadi. "Kira-kira berapa lama Capt perjalanannya?", tanya saya. "Sekitar 1 jam an", sahut beliau.

Bebraris Duduk di Perahu

Sebelum sampai di Pulau Peucang, ternyata kami berhenti sejenak tuk snorkeling di dekat Pulau Badul. Tak perlu berpikir panjang tuk hal yang satu ini, saya pun langsung menceburkan diri ke laut, assiikkk.. Hampir 1 jam bersnorkeling ria, kami melanjutkan pelayaran ke Pulau Peucang. Pantai dengan pasir putih yang halus dan garis pantai yang panjang menghiasi dermaga pulau itu. Sekawanan monyet menyambut kedatangan kami, disusul rusa dan babi saat tiba di pulau itu. Wow, suasana alam yang menakjubkan dengan hidup berdampingan hewan-hewan yang dibiarkan bebas berkeliaran.

Salah satu Kawasan TNUK, Pulau Peucang
Pengunjung yang Mencoba Mengakrabkan Diri dengan Rusa
Si Rusa Bersama Kawanan Babi

Memang di Pulau Peucang adalah salah satu pulau yang termasuk kawasan TNUK sehingga hewan-hewan dibiarkan bebas berkeliaran dan tidak boleh di bunuh. Di pulau itu juga kami menginap selama 2 malam. Saat trekking ke karang copong, berharap bisa bertemu si badak (hewan yang ingin saya lihat secara langsung) tapi tengak-tengok ke kanan dan kiri tidak muncul juga batang cula nya. Kata Pak Isnain sih memang di Pulau Peucang tidak ada badak nya, hanya ada di Pulau Jawa (di sekitar Pulau Handeleum). Yang saya lihat saat trekking saat itu hanya rusa dan rusa lagi.

Sunset di Karang Copong

Sunset di karang copong pun tak begitu indah karena ada awan mendung yang menutupinya. Terlalu lelah sehabis trekking (2 jam bolak balik) dan perjalanan sepanjang hari, saya dan teman-teman langsung tergeletak dikamar penginapan sampai pagi menjelang.



Sunrise pun Tertutup Awan Mendung

Bangun pagi-pagi, sunrise pun tak ciamik seakan malu menunjukkan keindahannya. Sepanjang hari, saya dan teman-temans bersenorkeling ria dari satu spot pindah ke spot yang lain. Hampir saja saya melewatkan spot terbaik di sana, hujan membuat saya males tuk nyebur ke laut selain itu arus nya kuat terlihat dari salah satu teman yang kepayahan berenangnya. Tapi setelah di bilang bahwa karang nya bagus dan banyak ikannya, saya penasaran juga tuk melihatnya.. Burrr, nyata nya memang bagus spot yang satu itu dan paling bagus di antara spot-spot yang lain. Saya jadi teringat buku yang pernah saya baca bahwa arus yang kuat biasanya pemandangan bawah lautnya bagus dan sepadan dengan perjuangannya yang harus berenang ekstra keras. "Sayang banget klo lu ga nyebur, ini mengingatkan gw sama wakatobi", begitu lah sugesti saya ke teman yang awalnya belum nyebur di sana meskipun sebenarnya wakatobi masih jauh lebih bagus... Untungnya mereka pun tersugesti juga bahkan ada satu teman yang belum nyebur dari hari pertama karena takut dan ga bisa renang, akhirnya memberanikan diri juga tuk nyebur.. Cape snorkeling sepanjang hari tapi senang rasanya karena sudah lama ga nyebur ke laut. Sore hari waktunya trekking ke Pulau Handeleum, sekitar 15 menit by perahu dari Pulau Peucang ke sana. Di sini kesetikawanan saya terasa berkurang, karna apa? Karna ada sebagian teman yang tidak ikut trekking alias ditinggalin karna terlalu lama stay di penginapan dan tidak datang ke perahu. Di satu sisi orang yang menunggu kelamaan kesel, di sisi yang lain setiap orang sudah bayar jumlah yang sama masa ditinggalin, yang pasti kesel juga. Ternyata saat trekking di Pulau Handeluem yang katanya bisa liat banteng item malah ga muncul-muncul tuh si doi, yang ada cuma sapi bertanduk dan seekor burung merak yang dengan cepat kabur mungkin sadar akan kedatangan manusia. Yah begitu doank 50+50 = cepe dehh..

Perahu Bersandar di Pulau Handeleum

Perahu berselancar pelan menuju Pulau Peucang beratapkan sinar orange yang sebagian tertutup awan dan burung-burung lalu lalang menghiasi sore itu. Sejenak ku duduk terdiam di ujung perahu hanya untuk menikmati senja hari itu.
Malam hari nya tidak cepat berlalu seperti hari kemarin, kami berkumpul dan bermain kartu, ada yang main gaplek dan ada juga yang main tepokan. Muka penuh dengan coretan merah karena yang kalah harus dicoret pakai lipstik (andaikan dicoret pakai bibir cewe-cewe sih asik-asik aja tuh,hehehe).


Termenung Sebelum Meninggalkan Pulau Peucang

Hari terakhir petualang di TNUK, tak lepas dari snorkeling ria (2 spot) dan canoying. Dalam benak saya canoying itu perahu yang bagian depannya lancip dan untuk satu orang, sehingga orang itu harus mendayungnya sendiri. Eh ternyata bukan seperti itu, malah seperti sampan yang bisa dimuati lebih dari 5 orang dan dayung bersama-sama, hmmm kalo itu mah bukan canoying namanya tapi sampan-ing.

Sampan-ing di Sungai Cigenter

Berburu badak dengan sampan-ing, sepertinya hal yang mustahil bahkan hanya tuk melihat cula nya saja sepertinya tidak akan ketemu. Hewan-hewanya pun tidak banyak yang terlihat, hanya burung kecil berkepala biru-sejenis burung pipit- yang saya lihat. Allhasil bukannya berburu foto badak tapi malah berburu foto narcis selama sampan-ing. Bagian yang lucu, ada teman yang saking semangatnya mendayung di sampan yang saya naikki, mendayung ke kanan lalu kiri dengan suara lantang. Tanpa dia sadari hanya dia yang mendayung dan saya serta teman yang duduk di belakangnya hanya bersorak kanan kiri saja. Sampannya pun ternyata bocor sehingga air yang masuk harus digayung dari dalamnya. Sampan-ing hanya berlangsung 1 jam bolak balik. Setelah itu kami kembali ke perahu dan menuju desa Sumur. Ombak seolah ingin menunjukkan kegagahannya dan membuat perahu yang kami tumpangi naik turun seperti kora-kora selama 2 jam. Syukurlah sampai juga di desa Sumur, kemundian menambal rasa lapar dan membuat badan bersih kembali. Menaiki mobil ekl ke terminal Serang, kali ini saya mencoba duduk di atas mobil elf -pertama kali naik di atap mobil- seru juga karena rasa waswas ingin jatuh dan tidak perlu berdempet-dempetan di dalam mobil plus bisa liat kembang api saat itu. Yuhhuu sampai di terminal Serang kira-kira setengah 12 malam, 1 jam an kemudian ada bus yang menuju Jakarta dan menuju rumah masing-masing... Disinilah akhir petualangan ke TNUK...


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar