Siang itu matahari berkilau cerah sekali, sampai-sampai keringat di dahiku bercucuran selepas aku tiba dan memarkirkan motor. Sepintas terlihat berbeda dari kejauhan, keramaian dahulu yang kuingat saat terakhir kali ke tempat itu kini tak ada lagi.
Wah, ternyata lebih rapih dan WOW tak ada lagi sampah berserakan. Yup, itulah penampakan yang berubah di halaman Museum Fatahillah atau yang biasa dikenal Museum Sejarah Jakarta. Padahal sekitar 2 tahun yang lalu saya mampir kesana, masih bertebaran pedagang kaki lima diseputaran halaman museum plus pengamen yang hilir mudik dan sampah yang tak kunjung habis menghiasi tempat itu. Sekarang tak ada lagi pedagang yang berjualan di batas yang ada, tak ada lagi pengamen yang hilir mudik dan tak ada lagi sampah berserakan. Saya pun melihat ada tong sampah yang di cat hijau tersedia dalam jumlah banyak sehingga memudahkan pelanggan untuk membuang sampah yang mereka hasilkan. Bravo untuk perubahan fasilitas di sana.
Bersih nyaa |
Ada Banyak Tong Sampah Berjajar |
Terakhir kali Kesana, Pohon itu Masih Ada |
Banyak Rental Sepeda |
Wah, ternyata lebih rapih dan WOW tak ada lagi sampah berserakan. Yup, itulah penampakan yang berubah di halaman Museum Fatahillah atau yang biasa dikenal Museum Sejarah Jakarta. Padahal sekitar 2 tahun yang lalu saya mampir kesana, masih bertebaran pedagang kaki lima diseputaran halaman museum plus pengamen yang hilir mudik dan sampah yang tak kunjung habis menghiasi tempat itu. Sekarang tak ada lagi pedagang yang berjualan di batas yang ada, tak ada lagi pengamen yang hilir mudik dan tak ada lagi sampah berserakan. Saya pun melihat ada tong sampah yang di cat hijau tersedia dalam jumlah banyak sehingga memudahkan pelanggan untuk membuang sampah yang mereka hasilkan. Bravo untuk perubahan fasilitas di sana.
Salah Satu Lukisan di Museum Fatahillah (karya : Sudjojono) |
Salah Satu Gambar dari Proyektor |
Lukisan (Jan Pieterszoon Coen) |
Peresmian Museum Oleh Gubernur Ali Sadikin |
Museum Fatahillah posisinya ada di Jalan Taman Fatahillah no.1, Jakarta Barat yang lebih terkenal dengan sebutan Kota Tua dan berdiri diatas tanah seluas 1300 meter persegi. Saya sendiri beberapa kali hinggap di halaman seputar museum, nah saat ini adalah kali pertama saya menelusuri Museum Fatahillah. Tiket masuk hanya Rp. 5000,- murah, bukan. Bagian awal langsung terpampang foto Museum sedari dulu beserta penjelasan fungsi awal sebagai balai kota. Lukisan ada di beberapa ruangan, benda-benda antik peninggalan masa penjajahan Belanda pun dipamerkan, ada hastag-nya lho "awas jangan disentuh".
Tiap bagian ruangan museum saya hampiri, seperti merasakan hidup dijaman dahulu, serba klasik tanpa ada teknologi seperti sekarang, itulah asiknya ke museum. Aku jadi bertanya-tanya bagaimana kehidupan dimasa itu, masa penjajahan yang begitu lama dan berjuang untuk kemerdekaan. Imajinasi liar yang ada di otakku seakan menghadirkan bayangan kehidupan di masa itu, saat melihat benda-benda peninggalan. Alat masak, alat perang, mebel, keramik sampai arca tersedia di sana.
Oh ya, dibagian belakang museum ada penjara untuk wanita dan pria. Begitu melihat tempatnya, aku membayangkan penderitaan yang sangat tidak manusiawi pada masa itu. Tempat siksaan bagi para pelanggar ataupun pemberontak pada zaman itu.
Peralatan Masak Pada Zama Itu |
Pedang Eksekusi |
Perkakas Pertanian |
Mebel Pada Zamannya |
Salah Satu Pengunjung Yang Datang |
Bahan Dari Keramik |
Tiap bagian ruangan museum saya hampiri, seperti merasakan hidup dijaman dahulu, serba klasik tanpa ada teknologi seperti sekarang, itulah asiknya ke museum. Aku jadi bertanya-tanya bagaimana kehidupan dimasa itu, masa penjajahan yang begitu lama dan berjuang untuk kemerdekaan. Imajinasi liar yang ada di otakku seakan menghadirkan bayangan kehidupan di masa itu, saat melihat benda-benda peninggalan. Alat masak, alat perang, mebel, keramik sampai arca tersedia di sana.
Penjara Bawah Tanah Pria |
Penjara Bawah Tanah Wanita |
Bagian Belakang Museum Fatahillah |
Oh ya, dibagian belakang museum ada penjara untuk wanita dan pria. Begitu melihat tempatnya, aku membayangkan penderitaan yang sangat tidak manusiawi pada masa itu. Tempat siksaan bagi para pelanggar ataupun pemberontak pada zaman itu.