Jumat, 06 Maret 2015

My Trip My Journey - Leuwi Liyet dan Leuwi Cipet

Jakarta memiliki kota-kota penyangga disekitarnya seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang. Kota-kota penyangga itu pasti memiliki sesuatu yang bisa dieksplore seperti tempat wisata ataupun kulinernya. Nah, edisi kali ini saya mencoba mengeksplore wisata di daerah Bogor yang mulai ramai dikunjungi yaitu Leuwi Liyet dan Leuwi Cipet. Letaknya berada di kampung Wangun Cileungsih Desa Karang Tengah, kecamatan Babakan Madang, Sentul, Bogor. Saya dan seorang teman bernama Soleh, tiba di sana pukul 8.30 WIB. Lalu seseorang mendekati kami dan mengatakan bahwa tiket masuk biayanya Rp. 10.000, uang sudah kami berikan tapi kertas karcis yang orang itu katakan tak muncul juga dan hanya bergegas menjauh. 

Di sekitar tempat parkir, sudah ada beberapa warung

Di tempat penitipan motor itu, sudah ada beberapa warung yang menjajakan makanan, "ngopi dulu nih!" Seru Soleh, "boleh" timpal saya atas ajakannya. Melalui perjalanan memberikan kami peluang tuk bersosialisasi dengan siapa pun, termasuk dengan pemilik warung saat kami memesan kopi. Beliau menjelaskan bahwa Leuwi Liyet dan Cipet baru-baru ini saja terkenal sekitar 5 bulan yang lalu, awalnya hanya "bule-bule" saja yang datang dan belakangan penduduk lokal se-Jabodetabek mulai berdatangan. Dalam benak saya, kenapa sering sekali justru orang asing yang lebih dahulu mengeksplore kekayaan alam negeri ini ya. Setengah jam berlalu, seketika itu juga kopi dan obrolan dengan pemilik warung kami sudahi.

Start Perjalanan
Hijau toh?
Penunjuk Arah
Soleh Manunjukkan Arah Jalan

Melewati jalan setapak, disuguhi pemandangan akan hijaunya alam dan udara yang menembus ke dalam paru-paru terasa segar. Petunjuk jalan terpampang masih dibuat seadanya, bahkan ada yang hanya dilaminating dan ditempel di pohon. Setengah jam perjalanan, kami berjumpa dengan 3 orang laki-laki yang sedang memacul trek yang akan kami lalui. Kami bertegur sapa dan salah satu dari mereka meminta retribusi karcis sebesar Rp. 10.000 per orang. "Wah, tadi sudah mas kami bayar ditempat parkir itu" bantah saya atas tagihan liar itu. "Yang itu hanya untuk Leuwi Hejo dan Curug Barong yang ada di bawah, klo mau ke Leuwi Liyet dan Cipet beda lagi", jawabnya.
Sepertinya karna tempat itu sudah tenar, sehingga membuat penduduk disana "sadar" akan uang. Akhirnya tawaran pun kami ajukan, kami berikan Rp 10.000 tuk 2 orang dan merekapun menerima agak terpaksa. Saya pun sebenarnya memberikan agak terpaksa, karna lagi-lagi tak ada kertas karcis yang kami terima, mungkin bisa dibilang retribusi liar atau upah capek karna sudah membuat trek nya lebih jelas. Tak berapa jauh dari retribusi liar itu, kami tiba di Leuwi Cipet.

Leuwi Cipet

Sejenak berpikir bagaimana kami bisa melewatinya, karna telaga itu terlihat agak dalam dan sekitar 50 meter panjangnya. Melihat sekeliling, ternyata ada jalan setapak di sebelah kiri telaga dan kami harus mendakinya. Jalan mendaki membuat keringat saya sedikit bercucuran dan napas yang terpengal-pengal. Tak jauh memang trek mendaki itu tapi cukup membuat baju saya basah karna keringat.
Terlihat dari kejauhan sebuah telaga lagi dan itu pastinya adalah Leuwi Liyet. Kami penasaran dimana air terjunnya karna tidak terlihat, tapi air terus mengalir beserta suaranya.

Di Balik Batu Itu

"Dimana air terjunnya bro?"tanya saya kepada Soleh, "mungkin ada dibalik batu itu bro", jawabnya. Itu artinya kami harus berenang tuk melihat air terjun Leuwi Liyet. Segera saja kami meletakkan barang bawaan dan melucuti baju. Byurrr, airnya segar dan jernih, pokok nya mantaplah. Benar saja, setelah kami berenang dan melihat dibalik batu besar, terlihat air terjun itu. Ingin rasanya menggapai air tejunnya tapi apa daya tangan tak sampai. "Lompat bro", Soleh mencetuskan ide tuk melompat dari atas batu, "ayo, kenapa nggakk" seraya menerima tantangannya. "My Trip My Journey" adalah kalimat kesepakatan sebelum kami melompat dan mengatakannya dengan lantang. Tak hanya sekali kami lompat tapi berkali-kali dengan berbagai pose, bisa dibilang seperti anak kecil yang punya mainan baru, main dengan riangnya.

 Bersiap Loncat
My Trip My Journey
Soleh Dengan Atraksinya


Lelah loncat-loncatan, kami menyantap pisang goreng yang dibeli dari warung di tempar parkir tadi. "Untungnya beli pisang goreng tadi" seru Soleh, "iya, lumayan buat isi perut" timpal saya. Oh iya, karna saat itu cuma saya dan Soleh yang ada di Leuwi Liyet, jadilah telaga itu seperti milik kami berdua. Nilai plus yang lain yaitu masih bersih dan alami tapi tidak tahu kedepannya bagaimana jika para pengunjung tidak sadar tuk menjaga keindahannya.

Menyusuri Sungai

Mengenakan kembali baju dan bersiap tuk menyusuri aliran air menuju hilir. Ketika kami menyusuri tepian sungai, ternyata akan tiba di Leuwi Cipet. Berarti jika kami tadi berenang melewatinya, tidak perlu ngos-ngosan melewati trek yang mendaki tapi konsekuensinya pakaian dan mungkin juga tas kami akan basah. Disana kami berjumpa 2 orang pemuda yang sama dengan kami ingin menikmati suasana alam nan segar itu. "Lho, kalian tadi lewat mana bisa sampai seberang telaga ini?" tanya Soleh kepada mereka. "Oh, kami berenang" jawab salah satu pemuda itu. Dia mengatakan membungkus barang bawaan dengan fly sheet lalu mendorongnya sambil berenang. Wah, sayang nya kami tidak bawa fly sheet dan tidak tahu juga akan menghadapi hal macam ini. Mereka menawarkan fly sheet nya tuk kami pinjam, "nanti kembalikannya bagaimana?" tanya saya, "saya akan ikut berenang melewatinya" tawaran yang diberikan. Baik sekali pemuda itu dan dengan senang hati kami menerima bantuannya dari pada harus kembali lagi dan melewati trek mendaki sebelumnya. Leuwi Cipet pun terlewati dan kami melanjutkan menyusuri aliran sungai selepas untaian terima kasih pada pemuda yang baik hati itu. Bongkahan batu besar dan kecil menghiasi jalur air, kami berhati-hati memilih pijakan kaki. Kami harus berhenti pada suatu titik yang tidak bisa dilalui mengikuti aliran air karena kecuramannya.

Panjang Nih Obrolannya

Memutuskan tuk mengikuti trek memutar yang sudah ada. Ditempat penarikan retribusi liar yang kami lalui sebelumnya, 3 pemuda itu sedang beristirahat dipendopo ala kadarnya. Karna berjiwa petualang tinggi, kami berhenti sejenak dan berbincang-bincang dengan mereka. "Bagaimana tempatnya?" tanya kang Awe (salah satu nama pemuda itu), "mantap kang" jawab kami serentak. "Sampai tidak ke Leuwi Liyet?", beliau menambahkan pertanyaan, "sampe donk", Soleh menjelaskan, "nih ada foto-fotonya" sambil memberikan buktinya. Kang Awe menjelaskan bahwa Liyet itu artinya bengkok, air terjunnya berbelok. Oh, ternyata begitu toh sehingga beberapa orang menyebutnya Curug Bengkok. "Pohon yang dibawah tadi, buahnya bulat warna coklat itu pohon apa kang?", tanya Soleh dengan penasaran, "itu namanya pohon Picung, buah nya beracun, klo mau dimakan harus diolah dahulu, direndam di air yang mengalir kurang lebih 2 hari lalu dijemur, dimasak baru bisa dimakan". Walah, repot ya mau makannya aja.

Loncat Lagi di Curug Barong

Pembicaraan yang menarik tapi harus kami sudahi karena masih ada Curug Barong dan Leuwi Hejo yang mesti disinggahi. Berdasarkan petunjuk yang terpampang di pohon, kami mengikuti jalan setapak itu hingga tiba di air terjun Barong. Tinggi nya lebih kurang 7 meter, kolam yang ada didekatnya tidak sebesar seperti yang ada di Leuwi Liyet. Tapi air terjunnya bisa digapai, saya dan Soleh mencoba pijatan dari air terjun itu. Disini pun kami dengan riang meloncat loncat bergantian. Hampir dua jam kami berada di air terjun itu sampai datangnya para pengunjung yang bergerombolan sehingga kami beranjak meninggalkan tempat itu.


Leuwi Hejo

Beralih menuju Leuwi Hejo yang berada di hilir, melewati jembatan bambu, baru-batu besar yang licin dan para pengunjung yang bernasis disana. Di Leuwi Hejo, tinggi air terjunnya sekitar 5 meter dan terdapat kolam yang lebar. Jika ingin meloncat harus berenang melawan arus air terjun itu, tapi untunglah ada tambang yang terbentang disana sehingga terbantu untuk mencapainya. Saya dan Soleh pun lagi-lagi mencoba melompat yang sepertinya menjadi ketagihan. Di Leuwi Hejo, pengunjung yang datang lebih banyak dari pada di Curug Barong, Leuwi Cipet ataupun di Leuwi Liyet. Mungkin masih banyak yang belum tahu atau tidak mau berkunjung ke bagian hulu, tapi setidaknya bagian hulu masih lebih terjaga kebersihannya daripada di bagian hilir ini. Beberapa bungkus makanan saya lihat di Leuwi Hejo itu, weleh weleh. Langit diselimuti awan mendung, sepertinya akan turun hujan sehingga saya dan Soleh bergegas kembali ke paraduan karena sudah seharian kami bermain-main di air. Satu hari yang basah, segar, dan fun.




Ingat-ingat !!

Sekilas info :
Seperti kebanyakan tempat wisata alam di negeri ini, jika sudah ramai dikunjungi maka ramai pula sampah yang ditemui ditempat itu. Kesadaran menjaga alam, hal itu yang harus ditingkatkan dari tiap pribadi pengunjung, bukan hanya menikmati keindahannya saja. Ingat jangan buang sampah sembarangan ya guys ;) ...